Kejujuran Hati
Di Tiongkok kuno, ada sebuah kerajaan yang besar dan amat makmur. Negeri
ini dipimpin oleh Raja tua yang adil bijaksana, seluruh rakyat sangat
mencintainya. Namun sayangnya Raja tua ini tidak dikarunia seorang putra
mahkota.
Suatu hari Raja tua ini berkata kepada perdana menterinya, “Saya sudah
terlampau tua untuk terus memerintah.” Melihat gelagat ini, sang Perdana
Menteri segera menghibur, “Baginda tidak perlu cemas, anda masih kelihatan
sehat, lagipula siapa yang mampu memimpin negeri ini dengan adil dan
bijaksana seperti Baginda?” Tetapi Raja tua lebih tahu kondisi dirinya
sendiri tak menanggapi ucapan perdana menterinya itu. Dia lalu berkata,
“Saya tidak mempunyai seorang putra mahkota untuk menggantikan saya. Oleh
karena itu saya ingin mencari seorang anak yang dapat dididik untuk
menjadi penggantiku.” Perdana menteri segera berkata,”Tapi Baginda….. hal itu tidaklah mudah.” Dengan tersenyum Raja tua itu mengatakan bahwa dia
tahu caranya.
Keesokan harinya Raja tua meminta perdana menteri untuk mengumpulkan
rakyat di istana, karena Raja ingin menyampaikan sebuah sayembara untuk
mencari penerus tahtanya. Tak seberapa lama rakyat sudah berkumpul di
istana, mereka sangat ingin tahu sayembara apa gerangan yang ingin
disampaikan sang Raja bijak itu.
“Besok pukul 10 pagi saya akan memberikan kepada setiap anak-anak di
seluruh negeri, satu biji bunga. Barang siapa yang bisa menghasilkan bunga
paling indah, maka saya akan mendidiknya untuk menjadi putra mahkota
kerajaan ini. Kelak dialah yang akan menggantikanku.”
Pagi-pagi sekali, para orang tua yang membawa anak-anaknya sudah berkumpul
di lapangan istana. Mereka sudah tidak sabar ingin segera mendapatkan biji
bunga itu. Tepat pukul 10 pagi, setiap anak-anak bergilir naik ke podium
raja untuk menerima pemberian biji bunga dari Raja tua. Masing-masing anak
telah dibekali satu pot berisi tanah humus untuk ditanami biji tersebut.
Setelah semua anak mendapatkan biji tersebut, Raja tua itu berkata,”Dua
bulan lagi, bawalah bunga ini ke istana. Siapa yang memiliki bunga paling
indah dialah pemenangnya.”
Sementara itu, hidup seorang anak yatim bernama Song jin. Dia tinggal di
sebuah rumah sederhana bersama ibunya. Song jin adalah anak yang jujur dan
rajin, semua teman-temannya menyukainya.
Setelah menerima biji bunga dari raja, dengan rajin Song jin merawat biji
bunga itu Setiap hari dia tidak pernah lupa menyiraminya. Namun dua minggu
telah berlalu, tak tampak tanda-tanda biji bunga itu akan bertunas. Song jin semakin heran dan sedih ketika teman-teman di sekolahnya, membicarakan
biji bunga mereka sudah mulai bertunas, bahkan mulai terlihat akan
menghasilkan bunga berwarna apa. Teman sekolahnya pun menyarankan Song jin
untuk lebih banyak lagi menyiram air dan memberikan sinar matahari.
Sepulang sekolah, Song jin bercerita kepada ibunya tentang bibit bunga
milik teman-temannya yang sudah bertunas dan mulai tampak warna bunganya.
Ibu Song jin menghibur, ”Anakku, jangan sedih. Coba lihat beberapa hari
lagi. Kamu begitu teliti merawatnya, kamu sudah berusaha sekuat tenaga.”
Tepat dua bulan pada hari yang telah ditentukan, tibalah saatnya pemilihan
bunga yang paling indah. Anak-anak dari pelosok negeri sudah berbaris rapi
di depan istana sambil membawa pot berisi bunga beraneka macam warna yang
indah bentuknya. Pemandangan di depan istana hari ini sungguh menyedapkan
mata.
Sang perdana menteri melihat begitu banyak bunga yang indah, bahkan hampir
semuanya indah, sehingga dia berpikir bahwa Raja pasti akan kesulitan
menentukan pemenangnya. Tetapi ternyata Raja tua itu tidak begitu berminat
membandingkan bunga mana yang terindah, sang Raja terus berjalan mengitari
anak-anak tersebut dengan sesekali bergumam.
Pada saat semua orang sedang berharap cemas menanti keputusan Raja,
datanglah seorang anak dengan ditemani ibunya. Ya, dialah si Song jin,
tampaknya dia datang terlambat. Saat melintasi Song jin, tiba-tiba Raja
tua berhenti dihadapan Song jin. Dengan wajah heran Raja tua itu bertanya
kepada Song jin,” Anakku, mengapa kau datang terlambat dan hanya membawa
pot berisi tanah kemari?” Song jin menjawab dengan agak takut-takut,
“Mohon maaf Baginda Raja, hamba terlambat karena ragu-ragu untuk
menunjukkan biji bunga milik hamba yang tidak bisa bertunas dan tumbuh
seperti biji bunga milik teman-teman lain. Padahal hamba sudah merawatnya
setiap hari. Pada mulanya hamba berencana untuk tidak hadir. Tetapi karena
dorongan ibu hamba, akhirnya hamba memutuskan untuk hadir. Karena
bagaimanapun juga inilah hasil hamba selama 2 bulan ini.” Seraya
menyodorkan pot berisi tanah itu kepada Raja tua.
Mendengar pengakuan polos dari Song jin, banyak orang yang
menertawakannya. Namun sang Raja tua itu tersenyum puas dan berkata, “Tadi
setelah melihat semua bunga-bunga ini, saya mengira bakal gagal menemukan
penggantiku. Tapi ternyata sekarang, saya telah menemukannya.” Semua orang
yang hadir di situ pun menjadi heran mendengar pernyataan raja tua ini.
“Tapi..tapi bukankah Baginda Raja mengatakan akan memilih siapa yang bisa
menghasilkan bunga yang paling indah?”, sahut beberapa orang tua yang ada
disana.
Raja tua tertawa dan berkata,”Memang benar saya telah berkata begitu,
tetapi itu hanyalah untuk menguji calon penerusku. Sesungguhnya mana bisa
menentukan penerus kerajaan hanya dengan menggunakan sayembara bunga
terindah seperti ini. Yang saya cari dalam kontes ini adalah kejujuran
hati.”
“Lantas mengapa Baginda memilih anak itu? Apakah anak yang lain tidak
jujur semua?” tanya mereka.
“Tanyakan saja kepada mereka sendiri”, sahut Raja tua sambil tersenyum.
Anak-anak yang lain pun hanya menunduk memandangi bunga-bunga indah
mereka. ”Sesungguhnya, biji-biji bunga itu telah terlebih dahulu saya
rebus dalam kuali. Jadi mana mungkin dapat bertunas dan berbunga? Hanya
Song jinlah yang benar-benar menunjukkan hasil dari biji bungaku dulu.
Jadi bukankah dia anak yang paling jujur dan dapat dipercaya? Bukankah
pantas, jika dia yang menjadi penerus tahta kerajaan ini?”
Para orang tua yang hadir merasa malu akan perbuatan mereka. Diam-diam
mereka mengagumi kebijakan Raja tua dalam hati. Semua orang pun akhirnya
bersorak gembira menyambut pewaris tahta kerajaan yang baru.
ini dipimpin oleh Raja tua yang adil bijaksana, seluruh rakyat sangat
mencintainya. Namun sayangnya Raja tua ini tidak dikarunia seorang putra
mahkota.
Suatu hari Raja tua ini berkata kepada perdana menterinya, “Saya sudah
terlampau tua untuk terus memerintah.” Melihat gelagat ini, sang Perdana
Menteri segera menghibur, “Baginda tidak perlu cemas, anda masih kelihatan
sehat, lagipula siapa yang mampu memimpin negeri ini dengan adil dan
bijaksana seperti Baginda?” Tetapi Raja tua lebih tahu kondisi dirinya
sendiri tak menanggapi ucapan perdana menterinya itu. Dia lalu berkata,
“Saya tidak mempunyai seorang putra mahkota untuk menggantikan saya. Oleh
karena itu saya ingin mencari seorang anak yang dapat dididik untuk
menjadi penggantiku.” Perdana menteri segera berkata,”Tapi Baginda….. hal itu tidaklah mudah.” Dengan tersenyum Raja tua itu mengatakan bahwa dia
tahu caranya.
Keesokan harinya Raja tua meminta perdana menteri untuk mengumpulkan
rakyat di istana, karena Raja ingin menyampaikan sebuah sayembara untuk
mencari penerus tahtanya. Tak seberapa lama rakyat sudah berkumpul di
istana, mereka sangat ingin tahu sayembara apa gerangan yang ingin
disampaikan sang Raja bijak itu.
“Besok pukul 10 pagi saya akan memberikan kepada setiap anak-anak di
seluruh negeri, satu biji bunga. Barang siapa yang bisa menghasilkan bunga
paling indah, maka saya akan mendidiknya untuk menjadi putra mahkota
kerajaan ini. Kelak dialah yang akan menggantikanku.”
Pagi-pagi sekali, para orang tua yang membawa anak-anaknya sudah berkumpul
di lapangan istana. Mereka sudah tidak sabar ingin segera mendapatkan biji
bunga itu. Tepat pukul 10 pagi, setiap anak-anak bergilir naik ke podium
raja untuk menerima pemberian biji bunga dari Raja tua. Masing-masing anak
telah dibekali satu pot berisi tanah humus untuk ditanami biji tersebut.
Setelah semua anak mendapatkan biji tersebut, Raja tua itu berkata,”Dua
bulan lagi, bawalah bunga ini ke istana. Siapa yang memiliki bunga paling
indah dialah pemenangnya.”
Sementara itu, hidup seorang anak yatim bernama Song jin. Dia tinggal di
sebuah rumah sederhana bersama ibunya. Song jin adalah anak yang jujur dan
rajin, semua teman-temannya menyukainya.
Setelah menerima biji bunga dari raja, dengan rajin Song jin merawat biji
bunga itu Setiap hari dia tidak pernah lupa menyiraminya. Namun dua minggu
telah berlalu, tak tampak tanda-tanda biji bunga itu akan bertunas. Song jin semakin heran dan sedih ketika teman-teman di sekolahnya, membicarakan
biji bunga mereka sudah mulai bertunas, bahkan mulai terlihat akan
menghasilkan bunga berwarna apa. Teman sekolahnya pun menyarankan Song jin
untuk lebih banyak lagi menyiram air dan memberikan sinar matahari.
Sepulang sekolah, Song jin bercerita kepada ibunya tentang bibit bunga
milik teman-temannya yang sudah bertunas dan mulai tampak warna bunganya.
Ibu Song jin menghibur, ”Anakku, jangan sedih. Coba lihat beberapa hari
lagi. Kamu begitu teliti merawatnya, kamu sudah berusaha sekuat tenaga.”
Tepat dua bulan pada hari yang telah ditentukan, tibalah saatnya pemilihan
bunga yang paling indah. Anak-anak dari pelosok negeri sudah berbaris rapi
di depan istana sambil membawa pot berisi bunga beraneka macam warna yang
indah bentuknya. Pemandangan di depan istana hari ini sungguh menyedapkan
mata.
Sang perdana menteri melihat begitu banyak bunga yang indah, bahkan hampir
semuanya indah, sehingga dia berpikir bahwa Raja pasti akan kesulitan
menentukan pemenangnya. Tetapi ternyata Raja tua itu tidak begitu berminat
membandingkan bunga mana yang terindah, sang Raja terus berjalan mengitari
anak-anak tersebut dengan sesekali bergumam.
Pada saat semua orang sedang berharap cemas menanti keputusan Raja,
datanglah seorang anak dengan ditemani ibunya. Ya, dialah si Song jin,
tampaknya dia datang terlambat. Saat melintasi Song jin, tiba-tiba Raja
tua berhenti dihadapan Song jin. Dengan wajah heran Raja tua itu bertanya
kepada Song jin,” Anakku, mengapa kau datang terlambat dan hanya membawa
pot berisi tanah kemari?” Song jin menjawab dengan agak takut-takut,
“Mohon maaf Baginda Raja, hamba terlambat karena ragu-ragu untuk
menunjukkan biji bunga milik hamba yang tidak bisa bertunas dan tumbuh
seperti biji bunga milik teman-teman lain. Padahal hamba sudah merawatnya
setiap hari. Pada mulanya hamba berencana untuk tidak hadir. Tetapi karena
dorongan ibu hamba, akhirnya hamba memutuskan untuk hadir. Karena
bagaimanapun juga inilah hasil hamba selama 2 bulan ini.” Seraya
menyodorkan pot berisi tanah itu kepada Raja tua.
Mendengar pengakuan polos dari Song jin, banyak orang yang
menertawakannya. Namun sang Raja tua itu tersenyum puas dan berkata, “Tadi
setelah melihat semua bunga-bunga ini, saya mengira bakal gagal menemukan
penggantiku. Tapi ternyata sekarang, saya telah menemukannya.” Semua orang
yang hadir di situ pun menjadi heran mendengar pernyataan raja tua ini.
“Tapi..tapi bukankah Baginda Raja mengatakan akan memilih siapa yang bisa
menghasilkan bunga yang paling indah?”, sahut beberapa orang tua yang ada
disana.
Raja tua tertawa dan berkata,”Memang benar saya telah berkata begitu,
tetapi itu hanyalah untuk menguji calon penerusku. Sesungguhnya mana bisa
menentukan penerus kerajaan hanya dengan menggunakan sayembara bunga
terindah seperti ini. Yang saya cari dalam kontes ini adalah kejujuran
hati.”
“Lantas mengapa Baginda memilih anak itu? Apakah anak yang lain tidak
jujur semua?” tanya mereka.
“Tanyakan saja kepada mereka sendiri”, sahut Raja tua sambil tersenyum.
Anak-anak yang lain pun hanya menunduk memandangi bunga-bunga indah
mereka. ”Sesungguhnya, biji-biji bunga itu telah terlebih dahulu saya
rebus dalam kuali. Jadi mana mungkin dapat bertunas dan berbunga? Hanya
Song jinlah yang benar-benar menunjukkan hasil dari biji bungaku dulu.
Jadi bukankah dia anak yang paling jujur dan dapat dipercaya? Bukankah
pantas, jika dia yang menjadi penerus tahta kerajaan ini?”
Para orang tua yang hadir merasa malu akan perbuatan mereka. Diam-diam
mereka mengagumi kebijakan Raja tua dalam hati. Semua orang pun akhirnya
bersorak gembira menyambut pewaris tahta kerajaan yang baru.